Antara Keterpaksaan dan Kebiasaaan



Tulisan ini dilatar belakangi oleh kondisi saya disuatu hari. Kebanyakan orang lagi nge-trend melafalakannya dengan istilah labil. Kondisi tersebut memotivasi saya untuk menelusuri kembali potret kehidupan kurang lebih enam tahun silam. Ketika kebiasaan itu, lahir dari sebuah keterpaksaan. Semoga bisa mengobati sindroma labil tersebut.

Bagi sebagian orang mungkin tidak terlalu menyukai masa-masa SMAnya berlalu tanpa adanya sebuah kebebasan. Bebas berekspresi dan berkarya, melakukan apapun, merasakan hal-hal yang baru, dan pergi kemanapun yang disukai. Karena memang sudah sepantasnya usia dibalik seragam putih-abu itu merasakan dan menginginkan hal tersebut.

Ingin berbicara mengenai arti sebuah keterpaksaan dan korelasinya dengan hasil akhirnya berupa sebuah kebiasaan. Dua hal yang tidak terlalu kontradiktif namun masih diragukan khasiatnya. Apalagi ditambah dengan faktor-faktor ekstern. Semakin meragukan, mungkin.

Namun dibalik keraguan tersebut tersimpan sebuah harapan, bagi saya pribadi. Mengapa sebuah harapan?

Suatu ketika, pernah sebuah peraturan hadir dalam kehidupan saya. Lebih tepatnya lagi ketika menjalani usia di balik seragam putih-abu. Risiko mungkin, memilih melanjutkan sekolah di daerah dengan kekhasannya sebagai kota pemerhati imtaq (bukan bermaksud menjudge kota lain tak memerhatikan nilai yang satu ini). Ditambah lagi memilih sekolah dengan konsep boarding school, semakin menjadikan hidup dikala “usia di balik seragam putih-abu saya benar-benar dinamis. Ditambah lagi jauh dari orangtua.

Kembali ke peraturan tadi. Peraturan yang saya maksud, hadir lantaran karena memilih. Memilih tempat melanjutkan pendidikan. Dididik dan dibina.
 
Bangun lebih awal dan shalat subuh berjama’ah, tilawah al quran yang dikontrol, shalat berjama’ah yang senantiasa dievaluasi, hafalan al-quran yang tak pernah terlepas dari muraja’ah bersama-sama, belajar mandiri yang tak luput dari pantauan, mencuci pakaian sendiri, datang ke sekolah on time, dan ada beberapa lagi lainnya. Bagi saya, pada awalnya, beberapa diantaranya bukanlah hal yang biasa. Tidak salah rasanya, jika pada awalnya saya merasa terpaksa menjalani rutinitas, peraturan, anjuran, dan sekelumit ketetapan di tempat yang sudah saya pilih. Bahkan saya berpikir, saya salah memilih.

Ternyata tidak. Seiring waktu berjalan, ternyata bangun lebih awal dan shalat subuh berjama’ah tersebut bukanlah aturan yang memaksa, melainkan salah satu buat saya di akhirat kelak yang mesti dilatih dari dini. Tilawah al quran yang dikontrol, ternyata juga bukanlah sebuah tudingan untuk saya, melainkan inilah yang mengantarkan saya lancar membaca al-quran dibanding dengan sebelum saya memilih tempat ini. Shalat berjama’ah yang senantiasa dievaluasi, juga akhirnya membangunkan saya dari ketidak pahaman bahwa lelaki itu wajib hukumnya shalat berjama’ah. Hafalan al-quran yang tiada lepas dari muraja’ah bersama akhirnya mengajari saya tentang ilmu menjaga amanah (atas hafalan tersebut) dan mengaplikasikan salah satu anjuran terhadap al-quran, yakni menghafalnya. Belajar mandiri, datang ke sekolah on time, bahkan lebih awal, mencuci pakaian sendiri ternyata berujung pada komitmen untuk senentiasa menghargai diri pribadi dan waktu serta kedisiplinan. Subhanallah.

Saya rindu enam tahun silam itu. Ingin rasanya mendapatkan keterpaksaan lagi jika hasil seperti yang pernah saya dapatkan. Walau sebenarnya, kesadaran dari diri sendiri jauh lebih baik dari itu. Saya rindu enam tahun silam itu, atau setidaknya biarkan saya kembali ke enam tahun silam tadi hanya untuk mencabut kata-kata “saya salah memilih”.

Terimakasih ya Allah. Ampuni hamba jika terlalu banyak mengufuri nikmat-Mu.
5 tanggapan:

Assalamu'alaikum.
Akh, saya maunya dikembalikan ke masa 21 tahun silam. Saya ingin mengawali kebaikan lebih awal lagi.


asw. blogwalking... ya, kebiasaan memang bisa tercipta dari keterpaksaan. Paksaan eksternal memang mudah tapi ibda' binnafsih sulit tapi itulah tantangan..


assalamu'alaikum akhi n ukhti..
numpang nginfo ya..hehe
sandurezu n sandurezlaam sekarang lagi pindahan nih..
alamat barunya di http://sandurezu.blogspot.com
kunjungi skali2 ya.. syukran... :D
wassalam ww.


Assalamu'alaikum. Akh, apa kabar? Sudah lama tidak ketemu. Dimana antum sekarang akh?


Subhanallah...membacanya untuk yang kedua kali.
Penuh ibroh...


Posting Komentar

BINGKAI AMALFI

Cara kita menulis adalah cara kita berpikir

Entri Populer


Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.

About me

Foto saya
"Lebih berkesan, ketika kita tahu tentang arti sebenarnya keberadaan kita. Bukan perkara apa yang kita miliki sekarang, tetapi perkara sejauh mana kita sudah mensyukuri itu semua"

Himbauan

Apapun yang rekan-rekan dapatkan, baca, dan pahami, mutlak ini adalah karya cipata anak manusia, yang jauh dari kesempurnaan. Adalah suatu kebenaran yang sangat saya hargai bilamana terdapat kekeliruan atau kesalahan untuk disampaikan guna perbaikan demi keutuhan cita-cita penulis.

Lawatan Silaturrahiim